Cek Fakta: Tidak Benar Fenomena Aphelion Timbulkan Dampak Meriang Akibat Cuaca Bumi Lebih Dingin


Liputan6.com, Jakarta- Cek Fakta Liputan6.com mendapati klaim fenomena Aphelion menimbulkan dampak meriang akibat cuaca bumi lebih dingin, informasi tersebut diunggah salah satu akun Facebook, pada 18 Juli 2025.
Klaim fenomena Aphelion menimbulkan dampak meriang akibat cuaca bumi lebih dingin berupa tulisan sebagai berikut.
"Sekilas infoKita mengalami FENOMENA APHELION, dimana letak Bumi akan sangat jauh dari Matahari.
Kita tidak bisa melihat fenomena tersebut, tapi kita bisa merasakan dampaknya.
Ini akan berlangsung sampai bulan Agustus.Kita akan mengalami cuaca yang dingin melebihi cuaca dingin sebelumnya, yang akan berdampak…meriang, flu, batuk, sesak nafas, dll.
Oleh karena itu mari kita semua tingkatkan imun dengan banyak2 meminum Vitamin atau Suplemen agar imun kita kuat.
Jarak Bumi ke Matahari perjalanan 5 menit cahaya atau 90.000.000 km.
Fenomena aphelion menjadi 152.000.000 km.66 % lebih jauh.
Jadi hawa lebih dingin, dampaknya ke badan kurang enak karena gak terbiasa dengan suhu ini.
Untuk itu jaga kondisi kesehatan kita agar tetap sehat dengan keadaan cuaca yang sedemikian rupa...
Demikian sekilas info semoga bermanfaat"
Benarkah fenomena Aphelion menimbulkan dampak meriang akibat cuaca bumi lebih dingin? Simak penelusuran Cek Fakta Liputan6.com.


Cek Fakta Liputan6.com menelusuri klaim fenomena Aphelion menimbulkan dampak meriang akibat cuaca bumi lebih dingin,  dalam artikel berjudul "Mengenal Fenomena Aphelion dan Dampaknya Saat Bumi Berada di Titik Terjauh dari Matahari" yang dimuat Liputan6.com, pada 7 Juli 2025.
Artikel Liputan6.com menyebutkan, meskipun Bumi berada pada jarak terjauh dari Matahari saat aphelion, perubahan musim di Bumi tidak disebabkan oleh fenomena ini. Faktor utama yang memengaruhi perubahan musim adalah kemiringan sumbu rotasi Bumi terhadap bidang orbitnya. Kemiringan inilah yang menyebabkan perbedaan sudut datang sinar Matahari ke berbagai wilayah di Bumi sepanjang tahun.
Oleh karena itu, meskipun jarak Bumi ke Matahari lebih jauh saat aphelion, dampaknya terhadap suhu permukaan Bumi sangat minimal. Fenomena ini tidak menyebabkan musim dingin atau perubahan cuaca ekstrem. Faktor-faktor klimatologi dan iklim lainnya, seperti pola angin, arus laut, dan tutupan lahan, jauh lebih berpengaruh terhadap suhu dan cuaca di Bumi.
Saat aphelion terjadi, diameter tampak Matahari akan terlihat sedikit lebih kecil, sekitar 1,68 persen lebih kecil. Namun, perbedaan ini sangat kecil dan sulit untuk diamati secara kasat mata. Dampaknya pun tidak signifikan terhadap kehidupan di Bumi.
Secara keseluruhan, aphelion adalah fenomena alamiah yang terjadi setiap tahun. Fenomena ini tidak perlu dikhawatirkan karena tidak menimbulkan dampak signifikan terhadap kehidupan di Bumi. Perubahan musim dan cuaca lebih dipengaruhi oleh faktor-faktor lain, seperti kemiringan sumbu rotasi Bumi dan kondisi iklim regional.
Penting untuk memahami bahwa aphelion hanyalah salah satu dari sekian banyak fenomena astronomi yang terjadi di alam semesta. Dengan memahami fenomena-fenomena ini, kita dapat lebih menghargai keindahan dan kompleksitas alam semesta serta posisi Bumi di dalamnya.
Jadi, jangan khawatir jika Anda mendengar tentang fenomena aphelion. Ini adalah kejadian alamiah yang rutin terjadi dan tidak akan mengganggu aktivitas sehari-hari Anda. Tetaplah menikmati indahnya alam semesta dan pelajari lebih banyak tentang berbagai fenomena astronomi lainnya.
Dalam tulisan berjudul "Guru Besar IPB University Jelaskan Fenomena Aphelion dan Pengaruhnya terhadap Batuk Pilek"  yang dimuat situs resmi IPB ppid.ipb.ac.id,
Prof Husin Alatas, Guru Besar IPB University Bidang Fisika Teori sekaligus pengajar mata kuliah Fisika Sistem Kompleks pada Program Studi Sarjana (S1) Fisika menjelaskan secara ilmiah untuk memverifikasi informasi terkait adanya hubungan fenomena aphelion sebagai penyebab batuk dan pilek.
Prof Husin Alatas mengatakan, apabila dibandingkan dengan rata-rata jarak antara bumi dengan matahari, maka penyimpangan titik aphelion hanya 1.68 persen, demikian juga dengan titik perihelion. Hal ini bersesuaian dengan nilai eksentrisitas orbit bumi yang bernilai 0.01671 atau dengan kata lain orbit bumi pada hakikatnya hampir berupa lingkaran.
Prof Husin melanjutkan, apabila efek yang ditimbulkan oleh kemiringan poros rotasi bumi dibandingkan terhadap bidang orbit sebesar 23 derajat yang menimbulkan perbedaan musim antara bumi bagian utara dan selatan, maka efek dari aphelion dan perihelion praktis relatif sangat kecil terhadap cuaca di bumi.
“Oleh karena itu, cuaca ekstrim yang dapat menimbulkan dampak bagi kesehatan seperti munculnya gejala batuk dan pilek, kecil kemungkinannya disebabkan oleh kedua posisi bumi dari matahari tersebut,” kata Prof Husin Alatas.
Menurutnya, pemanasan global tampaknya berpeluang untuk lebih memberikan dampak yang signifikan bagi terjadinya kondisi cuaca ekstrim belakangan ini.
“Secara fisik sulit untuk merasakan efek dari posisi aphelion dan perihelion, mengingat penyimpangan intensitas energi matahari yang sampai ke bumi dibanding dengan rata-rata tahunan hanya berkisar 3.5 persen saja,” tambah Prof Husin Alatas.
Aphelion dan perihelion merupakan dinamika rutin alam yang terkait dengan orbit bumi yang berbentuk eliptik. Oleh karena itu, tidak perlu diposisikan sebagai sebuah fenomena yang berdampak negatif bagi kesehatan yang dapat dimunculkan pada dinamika cuaca. Kedua posisi istimewa bumi tersebut secara praktis berdampak relatif kecil dibanding dengan kondisi rata-rata, sehingga kecil peluangnya untuk menimbulkan kondisi perubahan cuaca yang ekstrim.
“Menghindari hoax terkait fenomena alam yang dikaitkan dengan kondisi buruk tertentu perlu dilakukan dengan mengupayakan sikap kritis dan skeptis, dan bersandar pada sains yang benar dan bukan pada pseudo-sains,” tutup Prof Husin.
 
Dikutip dari situs Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN), fenomena Aphelion merupakan keadaan dimana titik orbit Bumi terjauh dari Matahari. Fenomena Aphelion ini terjadi karena orbit bumi tidak melingkar dengan sempurna melainkan berbentuk elips.
Saat fenomena Aphelion terjadi, diameter matahari akan terlihat lebih kecil dibandingkan rata-rata, yakni sekitar 15,73 menit busur atau berkurang 1,68 persen. Selain itu, saat posisi matahari di utara, terjadi tekanan udara di belahan utara yang lebih rendah dibandingkan belahan selatan yang mengalami musim dingin.
Namun, LAPAN menyebutkan posisi bumi yang berada pada titik terjauh dari matahari tidak akan berpengaruh pada suhu maupun panas yang diterima bumi. Panas dari matahari akan terdistribusi ke seluruh bumi, dengan distribusi yang juga dipengaruhi pola angin.
Penelusuran dilanjutkan dengan memeriksa tautan yang dicantumkan dalam informasi tersebut yang mengarah pada artikel berjudul "Mengenal Fenomena Aphelion, Biar Tak Termakan Hoaks yang Sempat Beredar" dimuat oleh situs techno.okezone.com.
Dalam situs techno.okezone.com, Peneliti Pusat Riset Antariksa Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN), Andi Pangeran menyatakan Aphelion tidak berdampak pada kenaikan maupun penurunan suhu di permukaan Bumi. Namun, faktor klimatologis atau iklim yang turur berperan besar dalam perubahan suhu.


Cek Fakta Liputan6.com menelusuri klaim fenomena Aphelion menimbulkan dampak meriang akibat cuaca bumi lebih dingin tidak benar.
Aphelion dan perihelion merupakan dinamika rutin alam yang terkait dengan orbit bumi yang berbentuk eliptik. Oleh karena itu, tidak perlu diposisikan sebagai sebuah fenomena yang berdampak negatif bagi kesehatan yang dapat dimunculkan pada dinamika cuaca. Kedua posisi istimewa bumi tersebut secara praktis berdampak relatif kecil dibanding dengan kondisi rata-rata, sehingga kecil peluangnya untuk menimbulkan kondisi perubahan cuaca yang ekstrim.

https://ppid.ipb.ac.id/guru-besar-ipb-university-jelaskan-fenomena-aphelion-dan-pengaruhnya-terhadap-batuk-pilek/

https://www.lapan.go.id/posts/media 

 

 

Publish date : 2025-07-20